Pemahaman agama kaum intoleran tidak sesuai
dengan prinsip peradaban manusia dan cenderung menghancurkan.
Teriakan-teriakan memecah belah sedang marak
terdengar di Indonesia. Sedikit-sedikit ingin demonstrasi, sedikit-sedikit
haram, sedikit-sedikit kafir. Kaum intoleran harus belajar makna dari konsep
Ketuhanan yang Maha Esa. Agama yang tidak mengakui perbedaan menunjukkan bahwa
dirinya tidak memahami teologi agamanya sendiri.
Agama tercipta untuk menunjukkan hubungan
manusia dan Tuhan yang diyakini. Semua Agama percaya bahwa Sang Pencipta adalah
satu; Sang Pencipta adalah Maha Kuasa; Sang Penciptalah yang menciptakan segala
sesuatunya.
Kaum intoleran merasa agama-nya paling benar
dan harus memusnahkan penganut agama lain. Pemikiran dangkal seperti ini harus
diperbaiki dengan cara memahami segala sesuatu secara logis, pemikiran yang
masuk akal. Kaum intoleran harus belajar memahami kehendak Sang Pencipta.
Jika Tuhan memang menciptakan segala
sesuatunya, untuk apa Ia melakukan itu? Mengapa Ia tidak menciptakan mahluk
yang hanya menyembah Dia. Mengapa Tuhan tidak menciptakan mahluk-mahluk yang
serupa dan mengapa Ia menciptakan manusia yang berbeda-beda? Apakah Sang Pencipta
adalah seorang Raja yang senang dengan kekerasan, pembunuhan dan perang? Apakah
Sang Pencipta adalah mahluk yang haus darah dan senang dengan kebencian,
kedengkian dan kekacauan? Apakah hati Sang Pencipta sehitam itu ataukah Ia
tidak punya hati sama sekali?
Jika pun Tuhan ingin menciptakan segala
sesuatunya berbeda, semua agama mengatakan bahwa Tuhan-nya adalah Maha Besar,
Maha Kuasa, lalu tidak cukup kuatkah Ia membakar ciptaan-Nya yang tidak taat?
Mengapa Tuhan membiarkan orang-orang yang tidak taat menyembah-Nya tetap hidup
berdampingan dengan semua mahluk di bumi?
Bukankah Tuhan yang meletakkan Matahari di
atas sana? Bukankah Tuhan yang memberikan nafas kehidupan semua mahluk dan yang
mencabut nyawa setiap orang? Lalu mengapa hari ini Ia tidak memusnahkan manusia
yang tidak taat kepada-Nya?
Selemah itukah Tuhan kaum intoleran sehingga
harus meminta bantuan kepada ciptaan-Nya mengalahkan ciptaan-Nya yang lain?
Ataukah pengadilan di bumi lebih berkuasa daripada hukum Surgawi sehingga kaum
intoleran harus melaporkan penistaan agama mereka ke hakim pengadilan di bumi,
yang juga adalah mahluk ciptaan Tuhan yang tidak terlepas dari dosa?
Semua penganut agama percaya bahwa agama
mereka adalah yang paling benar. Tetapi kaum intoleran merasa perbedaan harus
diselesaikan dengan pedang. Mereka bergerombol dan berteriak-teriak di jalanan
menyebut nama Tuhan. Yang kaum intoleran tidak sadari adalah bahwa diri mereka
sendiri pun belum tentu masuk surga sesuai dengan aturan agamanya sendiri.
Tidak ada satu pun agama yang mampu
menunjukkan rupa Tuhan yang nyata. Agama lahir dari satu keyakinan akan cerita
Tuhan masing-masing agama. Agama diyakini benar berdasarkan iman masing-masing
manusia.
Sang Pencipta tidak menampakkan diri kepada
manusia. Sikap-Nya menunjukkan bahwa Ia memberikan kebebasan kepada manusia
ciptaan-Nya untuk memilih, apakah manusia akan menyembah Dia atau tidak. Dengan
demikian prinsip setiap agama menjadi sama. Setiap agama memiliki ukuran
orang-orang sucinya, tetapi setiap agama pun memilki para pendosanya. Satu-satunya bagian dari manusia yang tidak ingin Ia kuasai adalah hati
manusia, karena itu jugalah agama-agama meyakini adanya surga dan neraka.
Kaum intoleran tidak berhak memaksakan
agamanya kepada orang lain karena mereka tidak sanggup menunjukkan bentuk nyata
dari Tuhan mereka. Bahkan Sang Pencipta tidak ingin menggunakan kekuatan-Nya
yang maha besar untuk merampas hati manusia.
Kaum intoleran boleh hidup menyendiri tetapi
tidak berhak mengganggu penganut agama lain untuk menguasai. Seandainya kaum
intoleran mampu menunjukkan rupa Sang Pencipta yang nyata, tentulah agama-agama
di dunia tidak akan membentengi diri lagi.
Waktu sudah mencatat sejarah panjang untuk
dipelajari. Sejarah mencatat bahwa manusia terlalu sering mengatas-namakan
agama untuk tujuan politik yang esensinya jauh dari perihal surga dan neraka.
Kaum intoleran merasa hanya agamanya yang
boleh menjalani kehidupan di bumi. Mereka merasa pemimpin harus dari kalangan
agamanya sendiri. Sikap kaum intoleran seperti ini hanya menunjukkan sifat
egois untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhannya. Dunia
ini tidak dipimpin satu agama. Jika dunia hanya boleh dikuasai satu agama,
mengapa Tuhan dari agama tersebut masih membiarkan dunia memiliki
pemimpin-pemimpin yang berbeda keyakinan?
Merasa benar boleh. Tetapi jika kaum intoleran
memaksakan kebenaran sepihak mereka itu, maka agama menjadi salah. Sang
Pencipta yang menciptakan segala perbedaan, Ia juga lah yang membiarkan
perbedaan itu terjadi sampai sekarang. Mengapa manusia merasa berhak menentukan
apa yang harus terjadi di dunia, sementara mereka sendiri tidak sanggup
menghadirkan Sang Pencipta yang nyata?
Jika kaum intoleran tidak suka dengan adanya
perbedaan, seharusnya mereka menyerang Sang Pencipta; Dialah yang memelihara
perbedaan itu.
Kaum intoleran merasa agamanya tertindas dan
lalu mengangkat pedang untuk berperang. Dimanakah Tuhan mereka? Apakah Tuhan
yang mereka sembah begitu lemah sehingga harus dibela?
Orang-orang beragama memiliki pendirian iman
masing-masing. Jika salah satu keberatan dengan teologi agama lain, yang
seharusnya dilakukan adalah berdialog. Jika satu tidak mampu menjawab kebenaran
yang lain, maka ia hanya punya dua pilihan: tetap pada pendiriannya dengan
damai atau menjadi seorang murtad bagi agamanya. Namun jika yang kalah
berteologi mengacungkan pedang, maka ia pun tidak sanggup lagi mewakili nama
Tuhannya, karena Sang Pencipta bukanlah mahluk yang suka dengan kebencian.
Semua agama besar mengatakan demikian.
Kaum intoleran berusaha menjatuhkan agama lain
dengan berbagai-bagai cara. Menuduh agamaisasi sementara melakukan hal yang
sama. Tidak ingin dibakar tetapi maju untuk meruntuhkan rumah agama lain;
maling teriak maling.
Sang Pencipta bukanlah mahluk keji yang licik,
Ia adalah Sang Pencipta dari segala sesuatu. Memaksakan kehendak manusia sama
dengan meludahi wajah Tuhan. Kaum intoleran harus menyadari bahwa emosi mereka
adalah untuk memuaskan diri sendiri, karena Sang Pencipta tidak menghendaki
kekacauan, Ia membenci manusia biadab.
Pemahaman agama kaum
intoleran tidak sesuai dengan prinsip peradaban manusia dan cenderung
menghancurkan.
Teriakan-teriakan memecah belah sedang marak terdengar di Indonesia.
Sedikit-sedikit ingin demonstrasi, sedikit-sedikit haram,
sedikit-sedikit kafir. Kaum intoleran harus belajar makna dari konsep
Ketuhanan yang Maha Esa. Agama yang tidak mengakui perbedaan menunjukkan
bahwa dirinya tidak memahami teologi agamanya sendiri.
Agama tercipta untuk menunjukkan hubungan manusia dan Tuhan yang
diyakini. Semua Agama percaya bahwa Sang Pencipta adalah satu; Sang
Pencipta adalah Maha Kuasa; Sang Penciptalah yang menciptakan segala
sesuatunya.
Kaum intoleran merasa agama-nya paling benar dan harus memusnahkan
penganut agama lain. Pemikiran dangkal seperti ini harus diperbaiki
dengan cara memahami segala sesuatu secara logis, pemikiran yang masuk
akal. Kaum intoleran harus belajar memahami kehendak Sang Pencipta.
Jika Tuhan memang menciptakan segala sesuatunya, untuk apa Ia melakukan
itu? Mengapa Ia tidak menciptakan mahluk yang hanya menyembah Dia.
Mengapa Tuhan tidak menciptakan mahluk-mahluk yang serupa dan mengapa Ia
menciptakan manusia yang berbeda-beda? Apakah Sang Pencipta adalah
seorang Raja yang senang dengan kekerasan, pembunuhan dan perang? Apakah
Sang Pencipta adalah mahluk yang haus darah dan senang dengan
kebencian, kedengkian dan kekacauan? Apakah hati Sang Pencipta sehitam
itu ataukah Ia tidak punya hati sama sekali?
Jika pun Tuhan ingin menciptakan segala sesuatunya berbeda, semua agama
mengatakan bahwa Tuhan-nya adalah Maha Besar, Maha Kuasa, lalu tidak
cukup kuatkah Ia membakar ciptaan-Nya yang tidak taat? Mengapa Tuhan
membiarkan orang-orang yang tidak taat menyembah-Nya tetap hidup
berdampingan dengan semua mahluk di bumi?
Bukankah Tuhan yang meletakkan Matahari di atas sana? Bukankah Tuhan
yang memberikan nafas kehidupan semua mahluk dan yang mencabut nyawa
setiap orang? Lalu mengapa hari ini Ia tidak memusnahkan manusia yang
tidak taat kepada-Nya?
Selemah itukah Tuhan kaum intoleran sehingga harus meminta bantuan
kepada ciptaan-Nya mengalahkan ciptaan-Nya yang lain? Ataukah pengadilan
di bumi lebih berkuasa daripada hukum Surgawi sehingga kaum intoleran
harus melaporkan penistaan agama mereka ke hakim pengadilan di bumi,
yang juga adalah mahluk ciptaan Tuhan yang tidak terlepas dari dosa?
Semua penganut agama percaya bahwa agama mereka adalah yang paling
benar. Tetapi kaum intoleran merasa perbedaan harus diselesaikan dengan
pedang. Mereka bergerombol dan berteriak-teriak di jalanan menyebut nama
Tuhan. Yang kaum intoleran tidak sadari adalah bahwa diri mereka
sendiri pun belum tentu masuk surga sesuai dengan aturan agamanya
sendiri.
Tidak ada satu pun agama yang mampu menunjukkan rupa Tuhan yang nyata.
Agama lahir dari satu keyakinan akan cerita Tuhan masing-masing agama.
Agama diyakini benar berdasarkan iman masing-masing manusia.
Sang Pencipta tidak menampakkan diri kepada manusia. Sikap-Nya
menunjukkan bahwa Ia memberikan kebebasan kepada manusia ciptaan-Nya
untuk memilih, apakah manusia akan menyembah Dia atau tidak. Dengan
demikian prinsip setiap agama menjadi sama. Setiap agama memiliki ukuran
orang-orang sucinya, tetapi setiap agama pun memilki para pendosanya.
Satu-satunya bagian dari manusia yang tidak ingin Ia kuasai adalah hati
manusia, karena itu jugalah agama-agama meyakini adanya surga dan
neraka.
Kaum intoleran tidak berhak memaksakan agamanya kepada orang lain karena
mereka tidak sanggup menunjukkan bentuk nyata dari Tuhan mereka. Bahkan
Sang Pencipta tidak ingin menggunakan kekuatan-Nya yang maha besar
untuk merampas hati manusia.
Kaum intoleran boleh hidup menyendiri tetapi tidak berhak mengganggu
penganut agama lain untuk menguasai. Seandainya kaum intoleran mampu
menunjukkan rupa Sang Pencipta yang nyata, tentulah agama-agama di dunia
tidak akan membentengi diri lagi.
Waktu sudah mencatat sejarah panjang untuk dipelajari. Sejarah mencatat
bahwa manusia terlalu sering mengatas-namakan agama untuk tujuan politik
yang esensinya jauh dari perihal surga dan neraka.
Kaum intoleran merasa hanya agamanya yang boleh menjalani kehidupan di
bumi. Mereka merasa pemimpin harus dari kalangan agamanya sendiri. Sikap
kaum intoleran seperti ini hanya menunjukkan sifat egois untuk
kepentingan mereka sendiri, bukan untuk kepentingan Tuhannya. Dunia ini
tidak dipimpin satu agama. Jika dunia hanya boleh dikuasai satu agama,
mengapa Tuhan dari agama tersebut masih membiarkan dunia memiliki
pemimpin-pemimpin yang berbeda keyakinan?
Merasa benar boleh. Tetapi jika kaum intoleran memaksakan kebenaran
sepihak mereka itu, maka agama menjadi salah. Sang Pencipta yang
menciptakan segala perbedaan, Ia juga lah yang membiarkan perbedaan itu
terjadi sampai sekarang. Mengapa manusia merasa berhak menentukan apa
yang harus terjadi di dunia, sementara mereka sendiri tidak sanggup
menghadirkan Sang Pencipta yang nyata?
Jika kaum intoleran tidak suka dengan adanya perbedaan, seharusnya
mereka menyerang Sang Pencipta; Dialah yang memelihara perbedaan itu.
Kaum intoleran merasa agamanya tertindas dan lalu mengangkat pedang
untuk berperang. Dimanakah Tuhan mereka? Apakah Tuhan yang mereka sembah
begitu lemah sehingga harus dibela?
Orang-orang beragama memiliki pendirian iman masing-masing. Jika salah
satu keberatan dengan teologi agama lain, yang seharusnya dilakukan
adalah berdialog. Jika satu tidak mampu menjawab kebenaran yang lain,
maka ia hanya punya dua pilihan: tetap pada pendiriannya dengan damai
atau menjadi seorang murtad bagi agamanya. Namun jika yang kalah
berteologi mengacungkan pedang, maka ia pun tidak sanggup lagi mewakili
nama Tuhannya, karena Sang Pencipta bukanlah mahluk yang suka dengan
kebencian. Semua agama besar mengatakan demikian.
Kaum intoleran berusaha menjatuhkan agama lain dengan berbagai-bagai
cara. Menuduh agamaisasi sementara melakukan hal yang sama. Tidak ingin
dibakar tetapi maju untuk meruntuhkan rumah agama lain; maling teriak
maling.
Sang Pencipta bukanlah mahluk keji yang licik, Ia adalah Sang Pencipta
dari segala sesuatu. Memaksakan kehendak manusia sama dengan meludahi
wajah Tuhan. Kaum intoleran harus menyadari bahwa emosi mereka adalah
untuk memuaskan diri sendiri, karena Sang Pencipta tidak menghendaki
kekacauan, Ia membenci manusia biadab.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ronaldhutasuhut/mendidik-kaum-intoleran_58da485ad77e61822ed1352f
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ronaldhutasuhut/mendidik-kaum-intoleran_58da485ad77e61822ed1352f
Komentar
Posting Komentar